Saturday, May 21, 2005

MENYIKAPI TAKDIR

"Katakanlah, sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal. Katakanlah: Tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan.." (Q.S. At Taubah: 52-52).

Imam Al-Ghazali Rahimamullah dalam bukunya Perbarui Hidupmu menuliskan, "sesungguhnya kecendrungan untuk menerima takdir akan dapat menumbuhkan keberanian menghadapi hari esok, dan menghiasi kejadian-kejadian itu dengan pulasan yang menyukakan orang yang membencinya, serta menjadikan seseorang menghadapi kerugian jiwa dan harta dengan tersenyum".Sungguh menyejukkan pesan ini.

Takdir adalah ketentuan mutlak dari Allah kepada setiap makhlukNYA. Keyakinan pada Qodlo dan Qodar merupakan salah satu syarat tegaknya iman seorang mukmin. Karena tidaklah dikatakan beriman seorang hamba apabila tidak yakin kepada takdir baik dan yang baruk dari Allah SWT.

Keyakinan kepada takdir Allah tentu saja bukan untuk membuat kita lemah, pesimis dan berdiam diri menjalani hidup. Akan tetapi sebaliknya, keyakinan kepada ketentuan Allah hendaknya membuat manusia tentram jiwanya, berani, optimis dalam ikhtiar dan selalu berprasangka baik kepada Allah.

Dilema yang kita hadapi hari ini adalah ketidaksiapan kita untuk menghadapi ketentuan yang telah digariskan Allah kepada setiap hambaNYA. Kesalahan cara pandang terhadap takdir sering membuat kita tanpa sadar menyimpang dari jalan Allah. Misteri-misteri ketetapan Ilahi yang akan terjadi kepada kita tidak mampu kita songsong dengan ketenangan dan harapan bahwa apa pun yang terjadi, itu adalah yang terbaik bagi kita dari Allah Penguasa alam. Sehingga ketika takdir itu berlaku terkadang banyak dari kita yang lari dari kenyataan.

Oleh sebab itu, keyakinan kepada takdir adalah hal utama dalam menjalani hidup ini. Disinilah Aqidah seorang mukmin diuji. Apakah pemahaman Aqidahnya sudah sempurna utau belum. Dan kalau sudah, internalisasi pemahaman aqidah itu perlu dibuktikan lagi ke ranah yang lebih nyata. Yaitu sebuah bukti tidak berpalingnya seorang hamba dari keyakinan kepada Allah terhadap segala peristiwa kehidupan yang dilaluinya.

Kesiapan menghadapi semua takdir Allah tidak akan pernah ada tanpa diawali dengan keyakinan yang paripurna kepada Allah. Keyakinan yang tidak hanya meyakini keberadaan Allah sebagai Rab. Tetapi juga meliputi keyakinan bahwa Allahlah yang Maha mencipta segalanya, Allahlah Yang Maha Memiliki segalanya, Allahlah yang menjadi raja atas segalanya, dan hanya Allahlah pemilik sifat dan nama-nama mulia yang mencerminkan kemaha Kuasaannya. Yang dari situ akan tertanam keyakinan bahwa, apa pun yang menimpa diri kita tidak akan pernah terjadi kecuali atas izinNYA.

Ketika kita meyakini Allah dengan segala kesempurnaan, maka disitulah kesiapan menghadapi taqdir akan didapatkan. Kita tidak akan takut miskin karena Allah Maha kaya dan akan memberikan kekayaanNYA kepada hamba yang bersenugguh-sungguh berikhtiar di jalanNYA. Kita tidak akan takut mati karena Allahlah yang menciptakan manusia dan dialah yang mematikan sesuai dengan kehendakNYA. Kita tidak akan merasa was-was mengahadapi waktu yang akan datang, kecuali terus bersungguh-sungguh dalam amal, karena kita yakin segala ketetapan terbaik sudah ada dari Allah SWT. Kita tidak pernah takut kelaparan, karena Allah telah menjamin rezki setiap makhluk di bumi ini. Inilah kemuliaan Islam. satu keyakinan yang tidak bisa dilihat oleh mata, tetapi menjadi penuntun manusia untuk mencapai keselamatan serta istiqomah pada jalan yang lurus.

Dalam surat Al Hadid ayat 22-23 Allah SWT berfirman, "Tiada satu bencana yang menimpa di bumi ini (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikin itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan (yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yag diberikannya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Agama kita mengajarkan untuk selalu berprasangka baik kepada Allah dalam situasi apa pun, kapan dan dimana pun. Makna dari itu semua adalah keridhoan menerima kejadian apa pun, karena sudah pasti terjadinya atas kehendak Allah. Walau terkadang secara kasat mata kejadian itu sangat tidak sesuai dengan keinginan kita. Karena tidaklah Allah menjadikan sesuatu itu kecuali ada hikmah yang terkandung di dalamnya. Dan Rasulullah telah berpesan, bahwa merupakan kebahagiaan anak manusia itu adalah keridhoannya terhadap apa yang ditentukan Allah baginya, dan merupakan kecelakaan anak manusia itu adalah meningalkan istikharah kepada Allah, dan juga termasuk kecelakaan anak manusia itu adalah ketidaksenangannya terhadap apa yang ditentukan Allah baginya. (H.R. Al Turmidzi)

Allah yang Maha tahu segalanya. Termasuk yang yang terbaik bagi hamba-hambaNYA. Dan Allah telah menjanjikan bahwa Dia tidak akan pernah menganiaya hamba-hambanya.Bisa jadi sesuatu yang kita pandang hina adalah pangkal kemuliaan kita. Bisa jadi sesuatu yang kita anggap buruk sebenarnya baik bagi kita. Dan sebaliknya, sesuatu yang kita anggap mulia bisa jadi itu adalah mala petaka bagi kita. Disinilah pentingnya kesadaran yang kuat bahwa segala kejadian yang menimpa kita adalah keputusan terbaik dari Allah buat kita. Seperti yang Allah ingatkan "Boleh jadi kamu mencintai sesuatu, padahal ia teramat buruk bagimu. Dan bisa jadi kamu membenci sesuatu, tetapi sebenarnya ia baik bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak tahu banyak".

Tiada alasan yang membenarkan untuk protes terhadap takdir atau mengkritiknya. Melainkan setelah keinginan dan usaha mencapai batasnya, maka serahkanlah urusan tersebut kepada Pengaturnya Yang Maha Tinggi, yang akan mengakhirinya sesuai dengan kehendakNYA. Karena setiap kejadian adalah kenyataan yang sedikit pun kita tidak boleh lari dari padanya. Begitu banyak kejadian menimpa yang seolah-olah di atas kemampuan kita. Ketika ini terjadi, adakah upaya lain yang lebih utama dari sikap tabah? Adakah jalan yang lebih terarah selain mengakui kenyataan tersebut, dan meyakinkan bahwa perubahannya akan datang dari Yang Memiliki Kehendak Yang Maha Tinggi, dan Yang Maha Memberi kebaikan yang banyak? Dan bukankah merupakan satu kemulian ketika kita bisa teguh dan tetap ridho dalam menghadapi kenyataan hidup, apalagi prahara kehidupan?

Tidak hanya sampai disitu, keyakin akan ketentuan Allah yang pasti berlaku, serta apa yang terjadi itu adalah ketetapan terbaik, hendaknya mampu mengantarkan kita pada kesadaran bahwa tugas kita adalah selalu bersungguh-sungguh berikhtiayar dalam hidup ini. Menjadi kewajiban bagi kita untuk selalu berusaha di setiap waktu dengan niat yang tulus kepada Allah dan dengan cara yang sesuai dengan aturan Allah guna membuka rahasia-rahasia ketentuan Allah. Artinya, hendaklah kita menyongsong takdir itu dengan kesungguhan berusaha untuk selalu mengabdi di jalanNYA. Selalu merencanakan dengan matang, kemudian merealisasikan rencana itu dengan baik adalah satu kemuliaan. Karena segala keputusan yang akan terjadi ada pada Allah. Jadi, niat untuk selalu mengabdi kepadaNYA dengan usaha yang beanar dan optimal di sepanjang hayat, itulah yang teramat penting. Maka keyakinan kepada takdir jangan sampai membuat kita tidak berbuat apa-apa lagi, karena menganggap semuanya sudah ditentukan. Akan tetapi sebaliknya, hendaknya mampu menjadi bahan bakar yang akan selalu menyemangati kita tuk hasilkan amal-amal mulia.

Sungguh indah untaian nasehat imam Al Ghazali berikut ini: "Sesungguhnya beberapa kejadian itu adakalanya merupakan sesuatu yang membangunkan iman yang selama ini tertidur pulas, dan mengembalikan manusia ke jalan Allah. Dan akibat ini yang berupa peralihan penyakit menjadi obat, dan bencana menjadi karunia tidak diragukan lagi merupakan buah keyakinan dan keridhoan atas segala perbuatan Tuhan semesta alam yang paling nikmat. Wallohu'alam

Ditulis oleh Mamanto Fani untuk Metro Riau
Halaman Religi, Jum'at 20 Mei 2005

Monday, May 16, 2005

Terimakasih, Ayah Ibu

Manajemen Qalbu - Aa Gym
04 Mar 05 07:33 WIB

Berbakti Pada Orang Tua
Oleh KH. Abdullah Gymnastiar



Saudaraku, sungguh pengorbanan orangtua kita adalah hutang. Walau ditebus nyawa sekalipun rasa-rasanya tidak akan terbayar. Allah SWT dalam surat Al Isra ayat 23 berfirman: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Begitu santunnya Islam mengajarkan penghormatan kepada orangtua. Bukan saja dari raut muka, bahkan perkataan ah! saja sudah terlarang dalam Islam. Apalagi menghardik dan bersikap keras atau kasar. Bahkan kita dilarang untuk memaki ibu bapak orang lain, sebab setiap kali kita memaki-maki orangtua orang lain, maka bisa jadi akan mengundang orang itu untuk memaki orangtua kita. Dan itu adalah kezhaliman bagi orangtua.
Harusnya kata-kata yang mulia saja yang keluar dari lisan kita.
Beruntunglah bagi siapapun yang orangtuanya masih ada, karena jikalau orangtua sudah terbungkus kain kafan, kita tidak bisa lagi mencium tangannya atau menatap wajahnya. Karena itu kita harus memiliki tekad yang sangat kuat untuk berbakti pada orangtua. Minimal kita berhenti dari menyakiti hati orangtua hingga tidak ada luka yang ditoreh di hatinya.
Syukur kalau kita sudah bisa menyenangkannya dan diberkahi manfaat besar bagi dunia dan juga akhiratnya. Yang paling penting dalam menghormati orangtua bukanlah hanya dengan memberinya harta. Namun yang paling dibutuhkan adalah akhlaq dari anaknya.
Apalah artinya anak kaya, anak bergelar, anak berpangkat, tetapi tidak berakhlaq kepada ibu bapaknya? Dan akhlaq inilah sebenarnya kekayaan termahal yang bisa membuat sang anak doanya diijabah oleh Allah,sehingga bisa menyelamatkan memuliakan ibu bapaknya. Betapa yang dirindukan orangtua itu senyum manis yang tulus dari anaknya serta ketawadluan.
Oleh karena itu jangan beli orangtua dengan harta. Harta itu hanya secuplik. Apalah artinya kita ngasih uang, tapi uang itu dilemparkan ke depan wajahnya? Mudah-mudahan, kita semua dapat benar-benar menyadari bahwa orangtua itu tidak terbeli kecuali oleh kemuliaan akhlaq. Sosok orangtua memang tidak selalu sesuai dengan harapan kita. Kita tidak bisa mengharapkan sosok ibu atau bapak seideal seperti yang dicontohkan Rasulullah Saw dan istrinya. Tapi justru kita harus mencari kelebihan-kelebihan mereka untuk kita syukuri. Sedangkan soal kekurangannya kita harus ada dibarisan yang paling depan untuk membantunya agar luput dan selamat dari kehinaan karena kekurangan-kekurangan itu. Bagaimanapun keadaan orangtua kita, darah dagingnya melekat pada diri kita. Jika mereka belum shalih dan shalihah, kita yang harus mati-matian meminta kepada Allah supaya orangtua kita mendapat hidayah. Kalau orangtua masih bergelimang dosa, kita yang harus berjuang keras supaya diampuni oleh Allah. Kalau belum taat, kita yang harus membuktikan bahwa diri kita sendiri adalah orang yang sedang berjuang keras ke arah ketaatan itu. Setiap orang berproses, ada yang awalnya kurang ilmu, namun lambat laun ilmunya bertambah. Jadi kita harus sikapi kekurangan orangtua kita dengan kelapangan hati. Bagaimanapun juga, tidak ada manusia yang sempurna. Oleh karena itu, mudah-mudahan tekad kita semakin kuat untuk memuliakan orangtua kita. Amiin

WASPADA Online