Pezina : Terlaknat di Dunia,Terkutuk di Akhirat
Larangan zina tak hanya untuk menjaga kejelasan keturunan dan menjaga kehormatan diri. Zina juga bisa menimbulkan permusuhan. Dalam al-Qur’an, dosa pezina setingkat di bawah pembunuh.
Seorang pemuda belia menemui Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, izinkan aku berzina,” pintanya. Mendengar permintaan anehnya, orang-orang pun datang berkumpul lalu memakinya. “Dekatkan dia kepadaku,” ujar Rasulullah. Orang-orang pun mendekatkannya ke hadapan Nabi. Setelah menyuruhnya duduk, Rasulullah saw bertanya, “Apakah kamu ingin kalau ibumu berzina?”
“Tidak! Demi Allah, semoga Allah menjadikanku sebagai tebusanmu,” jawab sang pemuda. “Apakah kamu mau kalau putrimu berzina?” tanya Nabi lagi.
Sang pemuda kembali menjawab, “Tidak!” Nabi pun menanyakan lagi tentang apakah ia rela kalau saudara perempuan, bibi dari ayah, dan saudara perempuan ibunya berzina. Sang pemuda dengan tegas menjawab, “Tidak!” Seperti diriwayatkan Imam Ahmad dari Abu Umamah, Rasulullah saw lalu memegang sang pemuda seraya berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosanya, bersihkanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya.” Sejak itu sang pemuda tak pernah lagi melirik perempuan untuk berzina.
Hadits ini diabadikan oleh Ibnu Katsir ketika menafsirkan surah al-Isra’ ayat 32 yang berbunyi, “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu perbuatan yang keji (fahisyah) dan jalan yang buruk,” (QS al-Isra’: 32).
Hadits ini menggambarkan betapa mulia cara Nabi berdakwah. Tanpa harus berkata kasar apalagi marah, beliau bisa menjelaskan masalah dengan baik. Hadits ini juga menjelaskan bagaimana menyikapi perilaku zina. Tindakan zina merupakan perilaku keji dan kotor yang bisa diterima setiap orang berakal, bahkan oleh sebagian binatang sekalipun. Imam Bukhari dalam Shahih-nya dari Amr bin Maimun al-Audi berkata, “Aku pernah melihat—pada masa jahiliyah—seekor kera jantan berzina dengan seekor kera betina. Lalu datanglah kawanan kera mengerumuni mereka dan melempari keduanya sampai mati.” Kisah ini menunjukkan bahwa binatang pun membenci perilaku zina.
Selain merupakan tindakan keji, praktik zina juga termasuk seburuk-buruk jalan. Ia merupakan jalan kebinasaan, kehancuran dan kehinaan di dunia, siksaan dan azab di akhirat.
Bahkan, begitu besar dampak perzinaan, sehingga Allah menghubungkan antara keberuntungan seorang hamba dengan kemampuannya menjaga kehormatan. Ketika menyebutkan tanda orang beruntung, Allah juga memasukkan mereka yang menjaga kehormatannya, dalam kelompok ini. Allah berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela,” (QS al-Mukminun: 1-7).
Pada ayat ini ada tiga hal yang diungkapkan dalam kaitannya dengan zina. Pertama, orang yang tidak menjaga kemaluannya, takkan termasuk orang beruntung. Kedua, dia termasuk orang yang tercela. Ketiga, dia termasuk orang yang melampaui batas. Jadi, dia takkan mendapat keberuntungan dan berhak mendapat predikat ‘melampaui batas’. Ia akan jatuh pada tindakan yang membuatnya tercela. Padahal beban menahan syahwat lebih ringan ketimbang menanggung akibat perzinaan.
Tak ada bahaya—setelah bahaya perbuatan membunuh—yang lebih besar dari bahaya zina. Karenanya, untuk menghukum pelaku zina ini Allah mensyariatkan hukuman bunuh (rajam) dengan cara yang mengerikan! Hukuman ini bukan tanpa alasan. Sebab, perbuatan zina kadang justru jauh lebih kejam dari pembunuhan. Jika ada yang mendengar kabar bahwa istrinya dibunuh, mungkin bisa menahan diri. Tapi, ketika mendengar istrinya berzina, sebagian laki-laki normal, pasti akan sangat murka.
Sa’ad bin Ubadah pernah berkata, “Sekiranya aku melihat seorang pria berzina dengan istriku, tentu aku akan memenggal lehernya dengan pedang tanpa pikir panjang lagi.”
Ketika hal ini sampai ke telinga Rasulullah, beliau bersabda, “Apakah kalian heran dengan kecemburuan Sa’ad? Demi Allah, sungguh aku ini lebih cemburu dari dia, dan Allah lebih cemburu dari aku. Karena betapa agungnya kecemburuan Allah, maka Dia haramkan segala perbuatan keji, baik yang lahir maupun yang batin,” (Muttafaq ‘alaih).
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, juga diriwayatkan dari Nabi, “Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan sesungguhnya seorang Mukmin itu juga cemburu. Kecemburuan Allah itu akan timbul jika seorang hamba melakukan apa yang diharamkan kepadanya.”
Dalam hadits Bukhari dan Muslim, juga diriwayatkan dari Nabi, “Tak ada seseorang pun yang lebih pencemburu dari Allah. Karena itu Allah mengharamkan perbuatan-perbuatan keji, yang lahir maupun batin. Tak ada seorang pun yang lebih senang menerima udzur (permohonan maaf) dari Allah. Karena itu Dia mengutus para rasul untuk memberikan kabar gembira dan peringatan. Tak ada seorang pun yang lebih senang dipuji melebihi Allah. Karena itu Dia memuji diri-Nya sendiri.”
Selain dampak buruk tersebut, semarak fenomena zina juga merupakan tanda rusaknya alam dan salah satu tanda Kiamat. Dipaparkan dalam Ash-Shahihain, dari Anas bin Malik bahwa dia mendengar Rasulullah bersabda, “Di antara tanda-tanda Kiamat yaitu jika ilmu (syar’i) menjadi sedikit (kurang), dan kebodohan menjadi tampak serta zina juga menyebar (di mana-mana). Pria jumlahnya sedikit dan kaum wanita jumlahnya banyak sehingga untuk lima puluh wanita (perbandingannya) satu orang pria.”
Kedua, Allah melarang hamba-Nya untuk merasa kasihan kepada para pelaku zina dalam memberlakukan hukuman. Sebab, Allah mensyariatkan hukuman tersebut didasarkan pada kasih sayang dan rahmat-Nya. Allah sangat sayang kepada hamba-Nya. Namun kasih sayang-Nya tidaklah mencegah Allah untuk memerintahkan berlakunya hukuman ini. Karenanya janganlah kasih sayang kita mencegah untuk melaksanakan perintah Allah.
Ketiga, Allah memerintahkan agar hukuman pezina, baik cambuk maupun rajam, hendaknya dilakukan di hadapan khalayak ramai. Hal ini dilakukan untuk membuat jera pelaku dan membuat takut orang lain. Hukuman bagi pezina yang muhshan (sudah berkeluarga) diambil dari hukuman Allah terhadap kaum Nabi Luth yang dilempari dengan batu. Itu lantaran perbuatan zina dan liwath (homoseksual yang dilakukan kaum Nabi Luth) sama-sama perbuatan keji dan kotor. Keduanya dapat menimbulkan kerusakan yang bertentangan dengan hikmah Allah dalam penciptaan-Nya.
Pelaku zina, keji dan kotor di hadapan manusia. Hina di hadapan Allah. Di dunia terkutuk dan dilaknat, di akhirat mendapat azab yang berlipat.
Dikutip dari Sabili - Hepi Andi